Bismillahirrahmanirrahim...
Penulis cuba memahami situasi seorang sahabat yang sedang berada dalam keadaan tertekan dan kesedihan yang teramat. Apakah yang wajar dia lakukan untuk memastikan agar keluarganya tidak berpecah belah dan berpisah. Apabila melihat tajuk posting kali ini, penulis sendiri masih belum jelas dan cakna mengenai poligami yang telah diajar dalam islam. Dan seperti yang sedia maklum, kaum Hawa sangat sensitif dan emosianal apabila membincangkan isu ini kerana mereka akan berkongsi suami tersayang dengan wanita lain yang bakal menjadi isteri kedua atau seterusnya kepada suami mereka. Memang tidak dinafikan poligami adalah sunnah Nabi sallahu 'alaihi wassalam, tetapi sejauh manakah kefahaman anda wahai kaum adam tentang poligami itu sendiri? Bukan mudah untuk berlaku adil pada isteri-isteri yang disayangi. Mulut memang mudah dan ringan untuk dipertuturkan , walaubagaimanapun hati yang hendak tanggung Allah subhanaAllah sahaja yang lebih mengetahui. Penulis sendiri buntu bagaimana ingin membantu dan dari sudut mana untuk memberi kekuatan dan sokongan kepada beliau. Atas sebab itu sendiri, penulis berusaha bertanya pendapat dan pandangan beberapa orang ustaz untuk membantu masalah sahabat penulis ini. Alhamdulillah, di atas keprihatinan seorang sahabat di Seberang, beliau telah menulis artikel mengenai poligami dalam perspektif islam sebagai panduan kepada sahabat penulis. InshaAllah, penulis juga akan membuat perkongsian di sini dan moga-moga ia dapat membantu dan memberi kefahaman kepada semua yang membaca.
Poligami dalam perspektif Islam
Nikah adalah pola hidup para nabi, benteng para ahli taqwa dan kebanggaan para waliyullah. Seorang lelaki boleh menikahi perempuan-perempuan yang mereka sukai hingga empat orang, dan tentunya dengan kondisi dan syarat-syarat tertentu sehingga membolehkannya untuk menikah lebih dari satu orang (poligami).
Poligami dihalalkan dalam Islam dan merupakan satu ibadah istimewa yang dapat menaungi keluarganya dengan keberkahan-keberkahan dan kebaikan-kebaikan yang besar apabila disertai dengan pemahaman (ilmu) yang baik dan dilakukan dengan benar berdasarkan dengan apa yang telah dicontohkan Rasulullah Salallahu 'alaihi wassalam. Cukup jelas ayat yang membolehkan poligami sebagaimana termaktub dalam Qu'ran Surah An-Nisa' ayat 3 bahawa seseorang dapat berpoligami dengan 2,3 dan membatasi maksimal 4 , (artinya diharamkan menikahi wanita lebih dari yang disebutkan)
" Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi; dua tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak dapat berlaku adil, maka nikahilah seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki, yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim " ( An-Nisa' : 3 )
( Note : Berlaku adil adalah perlakuan yang adil dalam memenuhi kebutuhan(keperluan) isteri seperti pakaian, tempat tinggal, giliran, dan lain-lain yang bersifat lahiriah dan batiniah. )
Masih dalam surah An-Nisa' ayat 129 : " Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, kerana itu janganlah kamu terlalu cenderung ( kepada yang kamu cintai ), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jangan kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."
Dalam dua ayat tersebut di atas bila dilihat sekilas seperti terlihat pertentangan, di satu sisi seorang laki-laki boleh menikahi wanita lebih dari satu dengan syarat dapat berlaku adil, di sisi lain disebutkan bahawa manusia tidak akan dapat berlaku adil. Inilah sebenarnya yang menjadi sandaran oleh orang-orang yang anti poligami. Sebetulnya tidak ada pertentangan dalam kedua ayat tadi, ayat yang pertama tidak dinasakh oleh ayat yang kedua, tetapi yang dituntut dari sikap adil ialah adil dalam membagi giliran dan nafkah. Adapun sikap adil dalam kasih sayang dan kecenderungan hati kepada isteri itu di luar kemampuan manusia, inilah yang dimaksud dengan firman Allah subhanaAllah tersebut.
Dan dari ayat pertama di atas bila kita amati dan cermati secara tekstual, dalam statement "nikah poligami" , mengapa ia diapit oleh kalimah yang artinya jika kamu khawatir/bimbang/ragu , maksudnya poligami adalah suatu hal yang sangat berat dan sulit dilakukan teruatama dalam berlaku adil terhadap istri-istri yang dinikahi karena apabila seorang suami tidak dapat berlaku adil maka secara otomatis suami tersebut telah berlaku terhadap istri-istri dan keluarganya yang artinya hikmah dan tujuan sunnah nikah tidak tercapai.
Pada dasarnya, poligami adalah hak seorang laki-laki (suami) baik istrinya setuju atau tidak setuju, mengizinkan atau tidak mengizinkan. Namun seorang suami tidak boleh semena-mena menggunakan haknya ini tanpa memperdulikan rambu-rambu syariah yang telah ditetapkan sebagai persyaratan seorang yang ingin melakukan poligami, seperti kemampuan adil di antaara para istrinya, kemampuan memberi nafkah lahir maupun batin kepada para istrinya ( artinya seorang suami pun harus menghargai dan memenuhi hak-hak istrinya ). Poligami boleh dilakukan selama seorang suami mampu dan dapat berlaku adil secara materi dan imateri (lahir dan batin), yaitu seorang suami mampu menafkahi istri-istrinya dan dapat memperlakukan istri-istrinya secara adil dalam pemberian nafkah lahir maupun batin. Tetapi yang terpenting adalah terlebih dahulu seorang suami harus memahami Islam dengan utuh secara umum dan khususnya konsep poligami itu sendiri sebagaimana prakteknya telah dicontohkan oleh Rasulullah Salallahu 'alaihi wassalam, karena tentu tidak cukup bagi seorang muslim jika jika hanya memahami legalitas berpoligami saja, mereka wajib memahami syariat tentang teknis berpoligami itu sendiri. Hal ini penting untuk menekan angka kesalahan praktek berpoligami di tengah masyarakat muslim di seluruh dunia. Suatu hal yang sia-sia apabila seorang suami hanya mengetahui bolehnya berpoligami dalam Islam tanpa mengetahui konsep yang benar secara komprehensif, karena suatu amal yang dilakukan tanpa mengetahui konsep atau ilmunya adalah suatu hal yang berlebihan dan perbuatan sia-sia.
Kesimpulan yang dapat diambil dari ayat-ayat serta penjelasan di atas :
Syarat-syarat poligami :
PERTAMA membatasi jumlah istri yang dapat dinikahi maksimal empat orang
KEDUA seorang suami mampu ( lahir dan batin/ materi dan imateri)
KETIGA seorang suami menjamin bahawa dirinya dapat berlaku adil
Bahan Renungan
Rasulullah pertama menikah dengan pada usia 25 tahun dengan Khadijah Khuwailid, yang (pertama) dinikahi setelah Khadijah adalah Saudah binti Zam'ah (65 tahun, sebahagian riwayat menyebutkan 72 tahun, dan secara teori kedokteran wanita dalam usia tersebut sudah menopause). Rasulullah s.a.w mengawini Saudah demi melindungi perempuan tua itu dari keterlantaran dan tekanan keluarganya yang masih musyrik. Atau mungkin juga sebagai balas budi atas jasa suaminya, Sakran ibn Amar, sahabat yang menyertai Rasul
dalam perjalanan hijrah ke Abessinia.
Setelah Saudah, Rasulullah s.a.w menikahi Aisyah binti Abu Bakar, satu-satunya istri yang perawan dan masih muda. Selanjutnya, Hafsah bint Umar ibn Al-Khattab, Ummu Salamah, Ummu Habibah, Zainab bint Jahsy, Zainab bint Khuzaimah, Juwayriyah bint Haris, Safiyyah bint HUyay, Rayhanah bint Zaid dan terakhir dengan Maimunah bint Harits terjadi pada tahun ke-7 Hijriyah.
Semua perkawninan Rasul ini berlangsung di Madinah dan terjadi dalam rentang waktu relatif yang pendek, yakni dalam 5 tahun. Jarak antara satu perkawinan dan perkawinan lainnya sangat pendek. Rasul wafat pada 632 M atau tiga tahun setelah perkawinannya yang terakhir. Yang menarik bahawa tidak satupun dari istri itu yang pernah diceraikan hingga turun ayat yang membatasi poligami. Sebagian istri Rasul telah berumur, punya banyak anak, dan janda para sahabat yang gugur dalam membela Islam.
" Sesungguhnya keluarga Hisyam ibn Mughirah meminta izin kepadaku untuk menikahkan putrinya dengan Ali. Dengarlah bahawa aku tidak mengizinkannya, aku tidak mengizinkannya, aku tidak mengizinkannya, kecuali jika Ali bersedia menceraikan putriku baru menikahi anak mereka. Ketahuilah, Fatimah adalah belahan jiwaku. Barangsiapa membahagiakan Fatimah berarti membahagiakanku. Sebaliknya, barangsiapa menyakitiku, berarti dia menyakitiku. "
Hadith Amrah bint Abdurrahman : " Rasulullah ditanyai, Ya Rasul, mengapa engkau tidak menikahi perempuan dari kalangan Anshar yang sangat terkenal kecantikannya?" Rasul menjawab : " Mereka adalah para perempuan yang sangat pencemburu dan tidak akan sabar dimadu, sementara Aku mempunyai beberapa istri dan aku tidak suka menyakiti kaum perempuan berkenaan hal ini."
Yang harus dipenuhi suami di antara kewajipan dan hak tersebut adalah seperti yang tercantum dalam sabda baginda Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam dari sahabat Muawiyah bin Haidah bin Mu'awiyah bin Ka'ab Al-Qusyairy radhiallahu anhu , ia berkata : Saya telah bertanya, " Ya Rasulullah, apa hak seorang isteri yang harus dipenuhi oleh suaminya?" Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam menjawab: Engkau memberinya makan apabila engkau makan, engkau memberinya pakaian apabila engkau berpakaian, janganlah engkau memukul wajahnya, janganlah engkau menjelek-jelekannya, dan janganlah engkau tinggalkan dia melainkan di dalam rumah (jangan berpisah tempat tidur melainkan di dalam rumah. " (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, Ibnu Hibban, Al-Baihaqi, Al-Baghawi, An-Nasa-i . Hadits ini dishahihkan oleh Al-Hakim, Adz Dzahabi dan Ibnu Hibban)
Mengajarkan ilmu agama di samping hak di atas harus dipenuhi oleh seorang suami, seorang suami juga wajib mengajarkan ajaran Islam kepada istrinya.
Nasihat Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam kepada Para Wanita
" Bershadaqahlah kalian! Karena kebanyakan kalian adalah kayu bakarnya Jahanam! " Maka berdirilah seorang wanita yang duduk di antara wanita-wanita lainnya yang berubah kehitaman kedua pipinya, iapun bertanya, " Mengapa demikian, wahai Rasulullah ?" Beliau menjawab : " Karena kalian banyak mengeluh dan kalian kufur terhadap suami! " ( HR. Bukhari )
Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda : " Dan janganlah seorang istri meminta (suaminya) menceraikan saudari (madu) nya agar memperoleh nafkahnya "
Wallahu 'Alam.
p/s : Penulis tidak mengolah susunan bahasa dan ayat dari penulis asal supaya tidak menjejaskan maksud yang ingin disampaikan. Moga-moga bermanfaat.
Syukran jazilan pada Teguh Adiwijaya di atas perkongsian ini.
adie_qadlausy@yahoo.co.id